Penyembuhan Luka Batin Bg Orang Dewasa

21 10 2008

Di dunia ini banyak pilihan yang tampak benar oleh kita tetapi terkadang lupa kita pikirkan manfaat dan ruginya, padahal tidak semua pilihan yang tampak benar itu bermanfaat pula buat kita. Contoh paling dekat di sini, misalnya saja kita pernah terkena pukulan dahsyat oleh keadaan buruk masa lalu yang di luar kontrol kita sampai membuat kita ambruk, terkapar dan benar-benar gelap.

Hal yang paling pantas untuk dikatakan adalah kira-kira bahwa pukulan dahsyat demikian memang benar membuat orang mengalami luka batin serius, trauma, frustasi, distress, atau paling kecilnya adalah bingung dan merasa tak berdaya. Meskipun pilihan ini sepertinya tampak benar dan tampak wajar (manusiawi) oleh kita, namun jika ini berlanjut dalam kurun waktu yang lama, apalagi kita abadikan dalam ruang batin kita, maka yang menjadi masalah bukan benar-salah, melainkan apa untungnya dan apa ruginya buat kita.

Karena dunia yang memukul kita itu tampaknya tak menaruh peduli dengan untung-ruginya kita dengan pilihan kita, maka di sinilah perlunya kita memikirkan pilihan (response) yang menggunakan pertimbangan manfaat dan kerugian bagi kita (advantage annd disadvantage), bukan semata-mata menggunakan pertimbangan salah-benar (right and wrong) menurut versi kita berdasarkan ke-manusiawi-an kita.

Pertimbangan demikian sangat kita butuhkan agar kita tidak menjadi orang yang menderita “double trouble” (kesulitan ganda) oleh keadaan-buruk yang memang sudah nyata-nyata memberikan “trouble” buat kita. Syukur-syukur kita bisa menjadi orang yang lebih tercerahkan gara-gara kita pernah mengalami kegelapan. Syukur-syukur kita menjadi orang yang lebih kuat gara-gara pernah dibikin tak berdaya oleh pukulan buruk.

Hambatan Batin

Secara umum bisa dikatakan bahwa sebetulnya tidak satupun orang yang menginginkan dirinya menderita “double trouble” akibat adanya trouble, dibikin menjadi gelap oleh kegelapan, dibikin menjadi semakin menderita oleh penderitaan. Kita semua menginginkan terbit terang setelah gelap, solusi setelah problem, dan seterusnya.

Keinginan demikian tentu sudah baik dan benar, hanya saja terkadang ada hal-hal di dalam batin kita yang bisa menghambat terwujudnya keinginan itu dan tidak segera kita singkirkan. Akhirnya, bukan yang kita inginkan yang kita dapatkan. Di antara hal-hal yang perlu kita singkirkan sesuai kemampuan kita dan secara bertahap adalah:

1. Kebenaran-egoisme.

Begitu kita menjadikan pilihan untuk ambruk, frustasi, dan trauma itu sebagai satu-satunya jawaban yang paling benar di dunia ini dan tak ada lagi jawab lain, maka pengetahuan, pengalaman, dan kesadaran kita kalah, alias tak berguna, dan lumpuh total.

Pengetahuan memang sumber petunjuk, pengalaman memang guru, dan kesadaran memang pemberi peringatan (reminders), namun ini masih koma, belum titik. Pengetahuan kita akan menunjukkan kita apabila kita mau menerima petunjuknya, pengalaman akan menjadi guru apabila kita belajar kepadanya, dan kesadaran akan menjadi reminder apabila kita mendengarkannya.

Selama yang menang di dalam batin kita adalah kebenaran-egoisme itu, maka sulit rasanya kita bisa memenuhi persyaratan-persyaratan di atas. Kita akan tetap memilih bertahan menjadi orang yang frustasi dan trauma oleh keadaan buruk meskipun sudah datang kepada kita instruksi untuk bangkit dari pengetahuan, pengalaman dan kesadaran dari dalam diri kita dan dari orang lain yang datang kepada kita.

Sedemikian perkasanya kebenaran-egoisme itu berkuasa di benak kita, maka paslah jika kemudian doktrin Samurai mengajarkan: winning first than fighting”(Taklukkkan nafsumu lebih dulu baru bertempur). Doktrin militer mengajarkan: “be warrior than soldier” (jadilan jagoan lebih dulu baru bergabung menjadi pasukan tempur). Jan Christian Smuts mengingatkan: “Orang tidak kalah oleh lawannya melainkan kalah oleh dirinya.

2. Ikut umumnya orang

Tidak selamanya mengikuti “kebenaran umum” itu menguntungkan buat kita. Memang benar kita pantas menjadi orang frustasi ketika kita pernah dihantam oleh pukulan buruk masa lalu. Karena ini berpotensi memperburuk diri kita, maka dibutuhkan pikiran kreatif untuk keluar dari penjara kebenaran umum demikian.

Ikut-ikutan pada apa yang umumnya dipilih dan dilakukan oleh orang banyak (conformity) seringkali menghalangi kreativitas kita. Kreativitas adalah kemampuan kita untuk memunculkan pikiran-pikiran yang berbeda dari hal-hal yang sama atau yang sudah ada untuk menghadirkan sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat buat kita.

Karena itulah, ajaran leluhur kita melarang “taklid-buta” (ikut-ikutan tanpa akal). Kita disuruh untuk mengabadikan warisan yang masih baik dan disuruh untuk menciptakan hal baru yang lebih baik, lebih unggul dan lebih bermanfaat.

3. Kesimpulan salah

Salah di sini bukan punya pengertian dosa atau pelanggaran hukum, melainkan salah yang lebih punya pengertian tidak sejalan dengan realita yang bekerja dalam praktek hidup kita. Di antara bentuk kesimpulan yang salah itu adalah ketika kita menegaskan bahwa keadaan akan memberikan ciuman kepada kita setelah memberikan pukulan buruk atau keadaan akan mengubah diri kita menjadi jauh lebih baik setelah ia pernah memberikan pukulan buruk.

Di mana letak kesalahan itu? Umumnya, keadaan akan memberikan piala kemenangan setelah kita menjadi orang yang menang melawan hawa nafsu kita. Biasanya, keadaan akan memberikan perlakuan baik setelah kita lebih dulu memperbaiki diri kita Seringkali keadaan tak menaruh belas kasihan kepada kita yang membiarkan diri kita dibikin buruk oleh keadaan buruk. Pepatah kita memberi isyarat, tangga itu menimpa orang yang sudah jatuh.

Mungkin, berdasarkan kebiasaan keadaan yang seperti itu, maka Washington Irvin mewasiatkan pesan agar kita jangan sampai dibikin kerdil oleh nasib buruk. “Orang kalah hidupnya dibikin tak berdaya oleh nasib buruk sementara orang menang mengalahkan nasib buruk”

Kalau kita merujuk pada rekomendasi yang dikeluarkan oleh Heike Schmidt-Felzmann (Create Winning Thought By Changing Self-Talk: 2002) dari studinya terhadap sejumlah atlet, kesimpulan kerdil itu bisa mempengaruhi performance atlet di lapangan. Karena itu, ia menyarankan:

– Hindari unek-unek batin yang menggiring anda pada kekhawatiran, ketakutan dan kegoncangan.
– Hindari unek-unek yang mengajak anda memikirkan kekalahan, kegagalan dan kesengsaraan masa lalu.
– Hindari unek-unek batin yang mengajak anda meyakini adanya takhayyul yang tidak-tidak, seperti misalnya: “Jika saya kalah dalam pertandingan ini, maka habislah riwayat saya.”
– Hindari unek-unek yang mengajak anda untuk memfokus pada peluang kekalahan, masalah, problem, kesulitan, hambatan dan seterusnya. Seperti yang dipesankan Anthony Robbins: “Gunakan 10 % waktu anda untuk memikirkan masalah dan gunakan yang 90 % untuk memikirkan solusi.”
– Atasi munculnya stress dengan cara yang positif. Saran Dr. Denis Waitley, cara positif untuk mengatasi stress adalah: a) jangan mengubah sesuatu yang sudah tidak bisa diubah lagi, seperti masa lalu, dan lain-lain, b) ubahlah apa yang masih bisa anda ubah dengan cara melakukan sesuatu, seperti misalnya menggunakan hari ini seoptimal mungkin, dan c) hindarkan diri anda melakukan sesuatu yang akibatnya bisa membuat anda stress di masa depan, seperti misalnya membiarkan hari ini tanpa melakukan apapun.

Pembelajaran

Di bawah ini adalah sebagian dari sekian hal yang bisa kita pilih sebagai proses pembelajaran-diri agar kita tidak dengan mudah dibikin menjadi semakin buruk oleh pukulan buruk, dibikin ambruk selamanya oleh pukulan buruk yang membuat kita roboh. Kalah itu biasa, roboh itu biasa tetapi yang luar biasa buruknya buat kita adalah putus asa, patah harapan, trauma abadi, dan semisalnya. Hal-hal yang bisa kita lakukan itu antara lain:

1. Belajar mengontrol diri (self control)

Kontrol-diri adalah kemampuan kita untuk menjaga diri kita dengan cara melakukan dua hal:

* Latihan menyuruh diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat /membawa keuntungan buat kita. Kalau batin kita sedang gelap akibat pukulan, maka kitalah yang harus berlatih meyuruh diri sendiri untuk mencerahkannya dengan misalnya melakukan hal-hal positif, mengodpsi pikiran-pikiran positif, dan seterusnya.

* Latihan melarang diri sendiri agar tidak melakukan hal-hal yang akan membawa kerugian buat kita. Sedikit demi sedikit, belajarlah melarang diri sendiri agar tidak cepat larut, agar tidak larut berkepanjangan, dan sedikit demi sedikit melarang diri sendiri supaya tidak melawan petunjuk pengetahuan, pengalaman dan kesadaran kita.

Belajar mengontrol diri akan membuka peluang untuk menang melawan keperkasaan nafsu egoisme kita. Kitalah yang mengangkat diri kita untuk menjadi pengambil keputusan, penguasa, dan penentu langkah kita.

2. Jadikan “Defining moment”

Sebetulnya semua orang pernah mendapatkan pukulan buruk dari keadaan yang diluar kontrol kita, terlepas adanya perbedaan kadar dan jenis. Apa yang akhirnya sering menjadi pembeda adalah, di sana ada orang yang menjadikan pukulan buruk itu sebagai defining moment untuk melakukan perubahan-diri ke arah yang lebih baik dan di sana ada orang yang membiarkan dirinya terbawa arus pukulan buruk.

Memilih yang pertama akan membuat kita menjadi orang yang mendapatkan untung dari keadaan dalam bentuk trasformasi-diri: dari buruk ke baik, dari kalah ke kuat, dan dari gelap ke cerah. Karena itulah kita perlu belajar menjadikan pukulan-pukulan buruk, dari mulai yang terkecil, sebagai momen untuk menentukan perubahan ke arah yang lebih baik, apapun bentuknya, dan seberapapun besarnya.

Dengan memiliki perasaan baik terhadap diri kita, terhadap keadaan yang melingkupi kita akan membuat kita bisa memilih tindakan-tindakan baik (ikhtiar). Memilih tindakan yang baik terhadap peristiwa buruk yang menimpa kita akan menjadi alasan bagi Tuhan untuk menghadirkan balasan yang bagus buat kita.

Hal ini akan berbeda dengan ketika kita membiarkan pukulan buruk itu berlalu begitu saja, atau mengumpatnya dengan ledakan-ledakan negatif yang tidak berujung pada lahirnya tindakan-tindakan positif dari kita. Sepertinya, ini tidak ada transformasi-diri dan tidak ada pencerahan-diri dari kita.

Kita menjadi lebih bijak bukan karena kita pernah terkena pukulan buruk. Kita menjadi bijak karena kita menghayati pukulan itu. Sepertinya ada kesamaan antara menu makanan dan pelajaran yang ditawarkan oleh praktek hidup ini. Yang menentukan bukan masalah sedikit banyaknya makanan yang kita masukkan ke mulut kita, melainkan makanan yang sanggup dicerna oleh diri kita.

3. Belajar memperbaiki sistem solusi

Kalau seseorang tidak punya uang, maka solusi yang tersedia di depannya adalah: dari mulai mencuri, menipu, korupsi, berhutang, bekerja, berdagang, berbisnis, dan seterusnya. Meskipun semua itu bisa dikatakan solusi dalam pengertian peng-akhir masalah, tetapi yang berbeda adalah, ada solusi sementara dan ada solusi yang benar-benar solusi. Ada solusi yang menjadi awal masalah dan ada solusi yang menjadi akhir masalah. Inilah gambarannya.

Begitu juga dengan masalah atau pukulan-pukulan buruk yang menghantam kita setiap saat yang tak terduga-duga. Memang benar, bahwa selama kita masih ditakdirkan hidup pasti di sana tidak ada masalah atau pukulan yang akan membuat kita mati. Pasti di sana ada solusi, peng-akhir. Bahkan kita biarkan pun terkadang berjalannya waktu akan ikut andil untuk menyelesaikannya.

Karena yang kita inginkan adalah selalu menjadi yang lebih baik, maka di sinilah kita perlu memperbaiki sistem yang kita anut dalam menyelesaikan masalah dan pukulan yang kedatangannya tanpa diundang. Kita bisa memperbaikinya dengan cara:

* Menaikkan kecepatan dalam menarik diri
* Menaikkan kualitas (efektif / efisien)
* Menaikkan kuantitas tindakan positif yang kita munculkan

Dan masih banyak lagi jurus-jurus yang bisa kita tempuh, selama kita menggunakan pendekatan penyembuhan luka batin bagi orang dewasa. Semoga bermanfaat.